welcome ^_^

welcome ^_^
Do not look at the book from its cover

Minggu, 28 Desember 2014

BAB 10 - EFEK MEDIA (TEORI KULTIVASI)


Tinjauan Kritis Efek Media – Teori Kultivasi (Morissan) : Bagaimana Efek Media TV Mengubah Pandangan Masyarakat Banyak.

George Gerber 
 
            Setelah membaca buku Teori Komunikasi, khususnya pada bab 10 Efek Media yang mengangkat mengenai Teori Kultivasi, halaman 517-525 yang di tulis oleh Morissan. Akan di peroleh gambaran umum mengenai teori kultivsi melalui dua sub judul, yaitu indeks kekerasan dan proses kultivasi. Berdasarkan pemikiran mantan dekan komunikasi Universitas Pennsyivania, George gerber akan di peroleh inti dari teori kultivasi ini, yakni tayangan TV mengubah pandangan masyarakat kebanyakan dan mereka yang terlalu banyak menonton TV akan memiliki kepercayaan atau keyakinan yang berlebihan mengenai “Duni yang Jahat dan Menakutkan”.
            Teori kultivasi atau disebut juga dengan “Analisi Kultivasi” mempunyai arti sebagai teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media dalam jangka panjang. Media massa dalam  hal ini khususnya pada TV dipercaya sebagai instrument atau agen yang mampu menjadikan masyarakat dan budaya bersifat homogeny.
            Efek media dalam masa sekarang sangat terasa sekali, dalam hal ini TV sebagai media yang kebanyakan di konsumsi masyarakat luas. Semisal program berita kriminalitas yang di tayangkan sebian besar stasiun TV setiap hari di Indonesia, misalnya dapat memberikan gambaran simbolis mengenai lingkungan yang tidak aman, penuh dengan orang yang jahat dan hal-hal negative lainnya walaupun angka statistic resmi dari kepolisian, misalnya menunjukan angka kejahatan yang berkurang secara signifikan, namun tetap saja orang akan merasa tidak nyaman dan tidak aman ketika ia berada sendirian di suatu tempat.
            Dalam teori kultivasi, tak semua orang terpengaruh dan beranggapan bahwa dalam dunia nyata itu jahat dan menakutkan, dikarena kan mereka yang mengkonsumsi dan menelaah tayangan di TV dengan menonton acara kekerasan dan program berita kriminalitas terlalu berasumsi bahwa kejadian di TV akan mereka jumpai di dunia nyata. Jika di ibaratkan penonton TV kita bagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok ringan dan kelompok berat. Kelompok ringan yaitu mereka yang menghabiskan waktunya kurang dari 2 jam penonton TV, sedangkan kelompok berat yaitu mereka yang menonton TV minimal 4 jam atau bahkan lebih. Maka dalam kasus ini kelompok berat akan memandang dunia sebagai tempat yang lebih berbahaya dibandingkan dengan penonton kelompok ringan.
            Mengapa kelompok berat dan kelompok ringan beranggapan berbeda ? jawaban nya Simple, karena kelompok ringan lebih selektif dalam menonton TV mereka menghidupkan TV hanya untuk menonton tayangan yang mereka inginkan saja dan mematikan TV jika acara tersebut telah habis. Sedangkan kelompok berat menonton TV semata-mata untuk menonton saja.
            Bagaimana TV mampu mempengaruhi penonton dalam memandang dunia, atau bagaimana kultivasi dapat terjadi ? untuk menjelaskan nya, atau dua cara yang menyebabkan proses kultivasi, yaitu:
  •  Mainstreaming
Mainstreaming yaitu proses mengikuti arus utama yang terjadi ketika berbagai symbol, informasi dan ide yang berasal dari sumber lain. Proses ikut arus menjelaskan bahwa TV mampu membuat audiensinya menjadi homogeny sedemikian rupa sehingga mereka yang menjadi anggota penonton kelompok berat akan memiliki orientasi, perspektif dan makna yang sama satu sama lain.
Mereka yang menjadi penonton kelompok berat cenderung untuk menerima bahwa diri mereka juga berasal dari kelompok kelas menengah walaupun sebenarnya mereka berada di kelas ekonomi yang lebih rendah. Hal ini berbeda dengan mereka yang merupakan penonton kelompok ringan yang bekerja sebagai buruh, maka mampu dengan tepat menjelaskan diri mereka berasal dari kelas pekerja kasar. 
  •    Resonansi  
Cara kedua bagaimana kultivasi bekerja adalah melalui resonansi yang terjadi ketika apa yang di sajikan oleh TV sama dengan realitas actual sehari-hari yang dihadapi penonton. Contoh : penonton yang bermukim di wilayah perkotaan, misalnya melihat dunia kerasan yang ditayangkan di TV mencerminkan situasi yang sama di wilayah dimana mereka tinggal, atau sebagian penonton kelompok berat mugkin pernah memiliki pengalaman langsung dengan peristiwa kekerasan, misalnya ditodong atau dirampok dan peristiwa tersebut cukup menimbulkan trauma.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar